Langsung ke konten utama

BALADA PERTEMANAN GUE, ELU DAN DIRINYA




  Balada pertemanan gue, elu dan diriny (Unsplash/Helena Lopez)
                

Belakangan ini gue sering banget dapet curhatan tentang kisah pertemanan dari temen gue. Gue juga dapet cerita tentang gimana aslinya balada pertemanan di lingkungan kampus gue yang bikin gue shock, karena gue pikir hal ini cuma bakal gue temuin di sinetron ataupun drama Korea aja. Dan gue akui bahwa gue emang sedikit naif, atau banyak. Mungkin karena latar belakang gue sendiri kali yang lahir dan besar di desa, walaupun ada kasus gue di omongin di belakang tapi itu masih pada taraf biasa yang gue anggap angin lalu.

Di mana dari cerita temen-temen ini ke gue, buat gue jadi mikir bahwa nggak semua orang itu mendefinisikan pertemanan dengan pemaknaan yang sama. Dan jelas bego banget gue kalo bilang semua orang punya pemikiran yang sama akan arti temen.

Emang sih jenis temen itu beda-beda, ada yang cuma sekedar kenalan atau tahu nama doang, ada yang temen sekelas, temen main, temen deket sampek sahabat dan masih banyak lagi jenis temen-temenan. Gue juga bingung sih apa perbedaan paling mendasar dari jenis temen itu semua. Hmmm sulit.

Kadang kita memutuskan temenan ama seseorang mungkin karena entah kenapa kita memiliki kesamaan, misalnya karena selera humor yang sama, artis kesukaan sama, punya hobi yang sama, sama-sama dari golongan yang sama, atau sama-sama penggemar k-pop misalnya. Mungkin itu sedikit alasan kita kenapa kita memutuskan untuk berteman. Selain karena mungkin mereka baik, pengertian, humoris dan lain sebagainya.

Jujur gue nulis ini karena keresahan gue sendiril. Di mana gue sendiri menemui hal ini di kehidupan sehari-hari gue. Di mana orang sekarang menyebutnya sebagai “fake friend”. Tahu nggak sih apa yang paling bikin gue miris ketika denger cerita dari temen gue. Ketika temen gue cerita bahwa temen gue yang lain ada yang bilang “Emang kalau kita main bareng, itu artinya kita temenan?” Dude! Ini gue temuin di lingkungan pertemanan gue.

Wth! Jadi ngapain lu main ama dia kalo lu aja nggak nganggep dia sebagai temen? Emang lu tahan berpura-pura nganggep dia temen padahal enggak? Mendingan elu cari temen yang elu anggap temen dan main sama mereka. Lah kalau kaya gini, gimana perasaaan temen lu yang lain kalo dia nganggep lu sebagai temen sedangkan elu enggak. Gue nggak ngerti apa yang bikin lu main ama dia tapi elu nggak mau temenan ama dia? Jujur kalau kasus gue, gue bakal main ama dia karena dia gue anggep temen. Lah ini lu udah suka nongkrong bareng, nge-mall bareng, nonton bareng, gosip bareng, tapi ujung-ujungnya “Gue nggak temenan sama dia.” Padahal seluruh jagat tahu kalau kalian main bareng. Sedih.

Cerita yang lain yang gue dapet dari temen gue yang lain adalah “Sekarang geng-gengan di sini udah bubar semua. Mostly gara-gara rebutan cowok. Emang nggak bisa dipungkiri sih, kalau pertemanan yang kita jalanin ini kebanyakan bakal membentuk kelompok-kelompok sendiri. Tapi kelompok pertemanan ini hancur cuma gara-gara cowok. Garis bawahi, “GARA-GARA COWOK”. Kayaknya kalau gue ngomong “Masa temenan bubar cuma gara-gara cowok?” pasti gue bakal diteriakin, “Elu aja kali yang belom pernah ngerasain?” Ya iyalah gue belum pernah ngerasain, karena temen gue sendiri nggak ada tuh niatan macarin pacar temennya, atau macarin mantan pacar temennya. Pokoknya itulah, ribet emang kalo udah urusan hati. Tapi berhubung temen gue jomblo semua, ya udahlah ya..

“Kek pertemanan lu sempurna aja!” nah ini! gue ngomong gini bukan karena pertemanan gue selama ini baik-baik aja. Enggak juga, kita juga pernah ribut, berantem, marahan, beda pendapat, dan seterusnya. Tapi sebisa mungkin kita belajar nurunin ego masing-masing, belajar ngertiin temen, belajar ngalah, belajar jadi pendengar yang baik, belajar ngasih solusi, intinya belajar berteman. Hal itulah yang bisa gue pelajarin selama ini. Jujur aja, sifat temen-temen gue itu beda-beda semua, nggak ada yang sama. Tapi syukurnya kita sama-sama belajar berteman. Dan sebisa mungkin nggak nge-gedein ego-nya sendiri.

Sebenernya kunci dari permasalahan atau kesalahpamahan antara temen adalah komunikasi. NGOBROL, floor in aja semuanya. Jangan saling ngomongin di belakang, kalo lu ada masalah, omongin. Kalo lu butuh saran, omongin. Kalo lu ada kritik dan masukan, omongin. Jangan tiba-tiba saling memendam dan akhirnya suatu hari saling meledak. Ini nih kasus yang sering gue temuin. Pesen gue sih, sering-sering aja ngobrol bertukar pendapat, curhat, minta saran dan sebagainya. Kalau gue temen, gue bakal dengerin, gue bakal kasih lu saran.

Itu aja unek-unek gue belakangan ini. Nggak bermaksud untuk ngejatuhin  pihak tertentu. Tapi lebih kepada mencoba koreksi diri lagi. Dan sedikit kasih saran ke temen-temen kalo ada problem pertemanan berdasarkan pengalaman pribadi gue. Bye bye!

Yogyakarta, Agustus 2018
Sambil dengerin mini album IKON, NEW KIDS: CONTINUE



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengubah Sampah Menjadi Batik: Perjalanan Desa Sejahtera Astra Singkawang

Ilustrasi membatik/unsplash (Mahmur Marganti) Desa Sejahtera Astra Singkawang telah membuktikan bahwa inovasi dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan. Pada tahun 2025, inisiatif berbasis komunitas ini dengan bangga meraih Juara Kedua di Festival Astra 2025 dalam kategori Inovasi Kewirausahaan Berbasis Komunitas. Prestasi mereka menunjukkan bagaimana kreativitas, kearifan lokal, dan kepedulian lingkungan dapat memberdayakan perekonomian pedesaan sekaligus melindungi alam. Dari Desa Kerajinan Menjadi Pelopor Berkelanjutan Desa Sejahtera Astra Singkawang adalah komunitas yang berkembang pesat dan dikenal akan kerajinan serta produk keseniannya. Karya unggulan dari Desa Sejahtera Astra Singkawang adalah kain batik dan produk turunannya yang telah menjadi simbol kebanggaan budaya sekaligus ketahanan ekonomi.  Dengan meningkatnya permintaan batik, masyarakat melihat peluang tidak hanya untuk memperluas produksi, tetapi juga untuk mengatasi tantangan lingkungan yaitu, pengelolaan samp...

HP Menghancurkan Segalanya!

Yahh, judul sudah menggambarkan segalanya. Gara-gara aku megang hp lagi setelah 6 bulan, semua plan-ku di awal molor dan hancur. Pertama, gara-gara aku sudah membeli hp baru, blog ini terlantar 2 bulan. Awalnya, aku berjanji akan komitmen ngisi blog ini setidaknya sebulan sekali. Tapi, apa kenyataannya? Aku nganggurin blog ini selama 2 bulan. Woooww Kedua, aku juga janji akan menyelesaikan naskah novelku di pertengahan tahun. Tapi, kenyataannya? Belum ada progress naskah terbaru yang bisa aku unggah di laman Wattpadku.  Jujur, aku nggak seluruhnya menyalahkan hp. Ini semua tentu aku yang terlena dengan scroll sosmed, main game yang baru aku install dan berselancar di dunia maya.  Aku sudah lupa dengan janji dan komitmen yang udah aku buat sebelumnya. Sungguh mengecewakan. Huff...  Nggak cuma 2 kekacauan di atas. Aku juga sudah tidak menyentuh buku lagi. Padahal, sebelumnya aku bisa membaca satu buku dalam seminggu. Ini sungguh mengecewakan. Sekali lagi menghela napas. Tap...

KENAPA KITA BARU KERJA TAPI UDAH DISURUH MIKIRIN PENSIUN?

  Kerja untuk pensiun (unsplash/Marten Bjork) Aku baru saja kerja sebagai pegawai kontrak di sebuah media online yang cukup ternama di Indonesia. Namun, situasi kurang mengenakkan terjadi beberapa waktu lalu. Tiba-tiba saja, perusahaan melakukan lay off ke sejumlah pegawai. Hal itu tentu membuat gonjang-ganjing seisi kantor.  Sebenarnya, bukan itu yang mau aku komentarin. Tapi, lebih kepada sisi, kenapa kita baru kerja tapi dipaksa untuk pensiun? Memang, sebenarnya aku sudah bekerja di perusahaan yang bersangkutan sejak 2018 lalu sebagai kontributor lepas hingga editor lepas.  Namun, keberuntungan memihakku hingga akhirnya setelah 4 tahun bekerja sebagai freelancer , mereka menawariku posisi sebagai karyawan kontrak. Akan tetapi, baru berjalan setahun aku bekerja sebagai karyawan kontrak, banyak pegawai yang di- lay off dan tiba-tiba tidak memiliki pekerjaan tetap lagi. (Aku tidak tahu, apakah mereka punya kerjaan sampingan atau yang lainnya). Jujur saja, ini membuatku...