![]() |
| Cerpen Panggil aku Oppa Sekali Lagi (Canva) |
“so shine bright
tonight, you and i
we’re beautiful like
diamonds in the sky
eye to eye, so alive
we’re beautiful like
diamonds in the sky”
Suara Rihanna berteriak
teriak keras dari ponselku, aku mengerjap-ngerjapkan mata yang terasa masih lengket. Sambil
menguap kupaksa tubuhku bergerak untuk mengambil ponsel yang kuletakkan di meja
lampu di sisi kananku. Aku melirik jam weker sekilas yang tergeletak pasrah di
lantai, jam 04.15 wib. Kuraih ponsel dari atas meja, di layar tertera nama yang
sudah lebih dari kuduga dia adalah jelmaan dari seekor ayam. Iya ayam, dan tahu kan tugas ayam
apa? Ini jam berapa coba? Jam 04.15 wib, mungkin sudah lewat sedikit. Tapi ini hari
libur, dan dia masih saja membangunkanku dengan panggilan-panggilan di
ponselku. Aku menguap sejenak sebelum akhirnya kuputuskan untuk menerima
panggilannya.
“Oppaa[1]….!!”
Suaranya yang cempreng itu membuatku menjauhkan ponsel dari telingaku. “Oppa
pasti belum bangun…!” suaranya merendah, tapi tetap saja cempreng. Aku
mendengus.
“Udahlah, kalau
belum nggak mungkin aku ngangkat telfon kamu kan?” dia cekikikan mendengar
jawabanku. Kuputar-putar bola mataku dengan kesal. “Ailee, ini jam berapa? aku
masih ngantuk. Lagipula ini hari libur kan?” tanyaku nggak habis pikir karena
dia mau-maunya bangun pagi karena ingin membangunkanku.
“Oppa. Walaupun libur Oppa harus tetep bangun pagi
dan langsung olahraga. Biar sehat…” ujarnya dengan nada perintah.
“Aku tahu Ai…. Kalo olahraga itu buat sehat” jawabku
sebal. “Asal tahu aja ya.. aku
itu udah sehat, jangan ngeremehin dong!” kataku kemudian. Dia terdiam, aku
mendengar tarikan napas
dari ujung telfon. Aku mengerutkan kening.
“Iya
deh, Oppa emang the best. Kalau gitu bye Oppa… sampai ketemu di sekolah
besok” tutupnya. Aku bernafas lega, akhirnya dia ucapkan juga mantra, “ Bye
Oppa” yang seolah membuatku kembali bernapas.
Ailee, adik kelas yang bisa dibilang naksir berat
kepadaku. Mengenai panggilannya itu, aku mohon jangan ditertawakan. Aku sudah
cukup menahan malu setiap kali dia berteriak-teriak memanggilku di seantero sekolah. Yang
kuterima dengan tatapan aneh serta cekikikan dari teman-teman yang menyaksikan
adegan itu. Aku sangat memahami bahwa dia adalah k-poper, tapi aku adalah
korban dari demamnya itu. Jadi plis.. jangan tertawakan aku, hidupku sudah
berat dengan ditaksir dia, apalagi ditambah dengan cekikikan kalian, yang
omong-omong sering kubayangkan seperti kuntilanak. Oke… aku mulai lebay.
Mengenai namanya, Ailee. Dia harus cukup bangga
karena namanya memang sedikit ke korea-korea-an, dan itu cukup membuat teman
sesama k-poper-nya memandang iri kepadanya. Karena kebanyakan nama
teman-temannya itu lebih ke arab-jawa-an,
alih-alih Hyuna, Min-ah dkk nya itu. Tunggu! Kenapa aku juga tahu nama-nama
itu? Oke, sepertinya aku ketularan kakak perempuanku yang juga penggemar berat
artis-artis Negeri Gingseng itu. Haishh… hancur imageku sebagai cowok-dingin-berotak-encer.
Dan mengenai kebiasaannya yang membangunkanku
disetiap pagi, itu mungkin sudah menjadi
rutinitas wajibnya. Yang jelas setiap pagi dia akan
menelfon sekedar memastikan bahwa aku sudah bangun untuk sekolah. Jangan
berpikiran untuk menyuruhku tak usah menghiraukan panggilan-panggilannya, itu
kalau kalian mau hari-hariku dipenuhi dengan mimpi-mimpi buruk. Dan sayangnya
aku tak akan mendengarkan kalian. Bukan apa-apa, hanya saja aku pernah sekali
tak mengangkat telfonnya. Alhasil, seharian penuh aku diteror habis-habisan
dengannya. Dimulai dengan sekolah, dia mengikutiku kemanapun aku pergi. Dari
istirahat keluar kelas sampai pulang lagi. Dan ponselku dipenuhi notifikasi
darinya. Tidak ingin hal yang lebih mengerikan terjadi, jadilah aku selalu
mengangkat telfonnya. Tapi sebenarnya dia tidak mengerikan, hanya saja lebih
kekanak-kanakan dan terkadang lucu. Tapi sumpah! Aku nggak mungkin mengakuinya
bahwa dia lucu. Jika hal itu terjadi, maka sudah kupastikan bahwa masa-masa
SMA-ku yang indah ini menjadi tamat setamat-tamatnya.
*
Tadi pagi Ailee menelfonku lagi, dengan suara serak
dia bilang dia tidak berangkat sekolah hari ini. Aku bingung, ada apa denganya? Ketika kutanya
mengapa? dia bilang ada urusan keluarga. Tapi ada yang aneh dari nada suaranya.
Tak seceria biasanya.
“Ya Oppa…. Hari ini kita nggak bisa ketemu. Maaf
ya..” sesalnya, seolah-olah aku yang meminta bertemu dengannya.
“Syukur deh, aku bisa sekolah dengan tenang” kataku
dengan nada sedikit kubuat ceria dengan maksud bercanda. “Sering-sering aja ya
Ai….” Kataku kemudian. Dia terdiam, aku mendengar tarikan nafasnya. Agak lama
dia terdiam, aku mengerutkan kening. Akhir-akhir ini dia terlihat aneh.
“Enggak akan kubiarkan Oppa sekolah dengan tenang, lihat
aja kalau Ailee udah masuk sekolah!” tiba-tiba dia bersuara dengan nada
mengancam. Aku gelagapan.
*
“Dev, kamu habis SMA ini mau lanjut ke mana?” Rasya
teman sebangkuku tiba-tiba bertanya. Aku yang lagi sibuk membaca buku pelajaran
Biologi menoleh padanya.
“Emmm…. Mungkin ke Yogya” jawabku kemudian.
“Wahh… bakal kehilangan dong penggemar beratmu itu”
katanya kemudian. Aku mengerti apa yang dimaksudkannya. “Sumpah deh, aku nggak
nyangka bakal ketemu makhluk kaya Ailee gitu, dia itu super ajaib.” Ujarnya,
yang kusambut dengan senyuman. “Cewek macam apa coba yang nggak ragu-ragu buat
bilang suka ke cowok yang dia taksir? ya si Ailee itu” aku Cuma tersenyum
geli. Rasya geleng-geleng kepala.
Kalau dipikir-pikir lagi, Ailee emang perempuan yang
unik. Disaat semua cewek pada sok jaim dan melakukan tindakan pencitraan di
depan cowok-cowok yang mereka taksir. Dia justru berperilaku apa adanya. Dan
saat aku bersama Rasya sedang asyik bernongkrong ria di kantin, dia dengan
gamblangnya mengaku bahwa ia menyukaiku. Dan setelah mendengarnya aku langsung
tersedak bakso dengan suksesnya. Sementara Rasya hampir menyemburkan kuah
baksonya ke wajah Ailee. Dan kami berdua langsung terserang batuk-batuk massal.
Sementara mataku masih membelalak, dia dengan santainya langsung melenggang
pergi bersama temannya yang menunggu di samping kantin. Dan setelah itulah,
hari-hari penuh teroropun dimulai.
Dimulai dengan dia memanggilku Oppa, menelfonku
setiap pagi, dan selalu menggangguku di sekolah. Namaku yang Devian Orlando,
mulai disingkat menjadi D.O Oppa yang
jelas-jelas membuatku semakin stress. Namun anehnya, dia tak pernah memintaku
untuk menjawab pengakuannya itu. Bahkan dia selalu tampak seperti biasanya. Dan
kalau diingat-ingat dia tak pernah menimbulkan masalah besar, seperti datang ke
rumahku malam hari misalnya, atau tiba-tiba menggandengku di depan umum.
Bukannya aku ngarep ya. Hanya saja itulah yang melegakan dari sikapnya yang
kelewat iseng itu.
*
Pagi tadi aku tak mendapatkan telfon dari Ailee.
Tumben sekali dia, biasanya liburpun dia selalu menelfonku. Mungkin dia jenuh,
hahaha… sudah sepantasnya dia melakukan itu. Lagipula kenapa aku jadi
mempermasalahkannya…?
Di sekolahpun aku tak melihatnya. Apa urusan
keluarganya belum selesai? Kenapa tiba-tiba aku jadi super kepo gini? Aku
mengacak rambutku bingung.
“Kenapa Dev?” suara Rasya mengagetkanku. Aku
menggeleng lemah.
“Nggak
papa kok” jawabku.
“Kok
aku nggak lihat Ailee ya dua hari ini?” tiba-tiba dia bersuara lagi. Aku
menyipitkan mata, ternyata Rasya menyadarinya juga. Dia menoleh padaku lalu
tersenyum. “Kamu
itu belum cukup berani Dev, dan kamu juga belum cukup sadar. Terkadang apa yang
tak bisa kamu lihat justru jelas terlihat oleh orang lain” ujarnya sambil
berlalu.
*
Sudah seminggu ini aku tak mendengar kabar dari
Ailee. Dia belum menelfonku lagi, bahkan seminggu ini dia tak masuk sekolah.
Aku mulai bertanya-tanya apa yang terjadi padanya? Apa dia sakit? Atau pindah
sekolah? Semua
macam pertanyaan ada di kepalaku. Aku ingin datang ke rumahnya tapi aku tak tahu dimana.
Hahaha.. betapa bodohnya aku, sebegitu lamanya aku kenal dengan Ailee tapi aku
tak pernah menanyakannya, bahkan ia pun tak memberitahukanku.
Sepertinya aku harus mendatangi kelasnya dan
bertanya langsung kepada sahabatnya Clara. Aku memang tak begitu dekat dengan
Clara, hanya saja dia sering terlihat bersama Ailee. Dan saat Ailee menyatakan
perasaanya padaku waktu itu yang menunggunya adalah Clara. Kebetulan aku melihat
Clara sedang melintas di depan kelasku, aku langsung mengejarnya.
“Clara!” panggilku seraya menghampirinya. Clara
menoleh, dia Nampak terkejut, aku mendekatinya.
“Eh… kak Dev, ada apa kak?” tanyanya dengan raut
aneh, aku tak bisa menebaknya.
“Enggak, aku Cuma mau nanyak. Ailee kemana ya? Kok
udah semingguan nggak kelihatan?” tanyaku kemudian. Clara terlihat bingung, dia
meremas tangannya sendiri dan menunduk. Aku mengerutkan kening tak mengerti.
*
Aku melangkahkan kaki di tempat ini, dengan
koridor-koridor panjang yang dingin tempat ini terlihat suram. Dengan dinding
yang dicat putih, serta aroma-aroma yang membuatku merasa mual. Gedung ini
terasa asing bagiku. Banyak orang yang berlalu lalang disekitarku. Aku
menaikkan retsleting jaketku. Ya! Setelah Clara mau berterus terang padaku saat
itu, aku datang ke tempat ini. Dari sekian banyak jawaban atas ketidakhadiran
Ailee di sekolah, jawaban inilah yang paling membuatku takut.
“Sebenarnya Ailee nggak pernah mau aku ngasih tahu
ini ke kakak. Tapi aku tahu dia butuh kakak sekarang” ujarnya saat itu.
Tenggorokanku tercekat. “Maaf kak, harusnya aku cerita ini kepada kakak lebih
cepat” lanjutnya dengan mata basah. Aku masih bungkam tak mampu berkata
apa-apa.
Aku menuju kamar 318. Setelah berada di depan
ruangan itu, aku membuka pintu dengan perlahan. Tampaklah pemandangan yang
harusnya tak ingin aku lihat. Seorang ibu datang menghampiriku. Kedua bola matanya
yang sendu menatapku.
“Kamu Devian?” aku tersentak. Kenapa ibu ini
bisa tahu namaku. Apakah beliau ibunya Ailee? Beliau tiba-tiba menggenggam
tanganku erat. Lalu membawaku ke sisi ranjang di ruangan itu. “Lihat dia,
cantik kan?” aku membisu. “Walaupun dia terpejam dan pucat, dia masih tetap
terlihat cantik kan?” tanpa sadar aku mengangguk. “Kamu nggak usah heran kenapa
tante tahu nama kamu. Karena apa yang keluar dari mulutnya selama ini adalah
namamu, dan semua tentang kamu. Tapi saat ini dia tak bisa bercerita banyak
pada tante” ibu Ailee mulai terisak, kemudian beliau pergi keluar ruangan
dengan suara tangis yang tak bisa ditahan.
Aku duduk di samping ranjangnya. Yang aku lihat
sekarang bukanlah Ailee yang ceria seperti biasanya, bukanlah Ailee yang
bertemu denganku langsung berteriak Oppa, bukanlah Ailee yang selalu mengancam
dan menggodaku. Tapi Ailee yang pucat dengan mata terpejam. Tapi Aliee yang
berjuang sendiri melawan sakitnya. Ya! Saat aku tidak tahu alamat rumahnya, aku
mulai menyadari bahwa aku sama sekali tak tahu-menahu tentang dirinya. Termasuk
sakitnya, cerianya selama ini adalah kamuflase dari rasa sakitnya. Tuhan.. aku
memang orang paling bodoh di dunia ini. Dengan melihatnya seperti ini membuatku
seolah berhenti bernapas, aku baru menyadarinya. Bahwa aku, terlalu bergantung
padamu Ai. Dengan telfonmu, dengan ancamanmu, dengan panggilanmu, dan
celotehanmu, walau aku tak sepenuhnya mendengarkan celotehmu. Tapi saat semua
itu ditarik dari hidupku, aku justru merasa kehilangan dan mencarinya.
Kuberanikan diri menggenggam tangan kirinya yang
tertancap jarum infus. Mulutnya yang dibantu dengan alat bantu pernafasan
menghasilkan uap kecil yang lemah. Aku masih membisu. Lemah jantung, jenis
penyakit itu yang saat ini diderita oleh Ailee. Dan aku tidak tahu, hahaha..
benar-benar bodoh dan konyol. Tangannya terasa dingin. Tiba-tiba aku merasakan
genggamanku dibalas oleh genggaman lemah. Aku perhatikan jari-jarinya yang pucat.
Kualihkan pandanganku ke wajahnya. Matanya perlahan bergerak-gerak lemah. Aku
memperkuat genggamanku ditangannya. Tak lama kemudian matanya terbuka. Dia
menggerakkan kepalanya ke arahku perlahan, lalu dengan bibirnaya yang pucat dia
tersenyum lemah padaku. Kubalas dengan senyuman lebar. Dia melirik ke arah
tanganku yang menggenggam erat tangannya.
“Pantas saja Ailee bangun, ternyata ada Oppa”
suaranya terdengar sangat lemah. Aku berusaha tesenyum, namun mataku terasa
panas. “Maaf ya Oppa, kita harus bertemu seperti ini” suaranya terdengar
bergetar. aku berusaha agar air mataku tak menetes.
“Kamu kenapa? Katanya kita mau ketemu di sekolah,
kok kamu malah nginap disini?” tanyaku dengan nada biasa, seolah-olah dia hanya
menginap di rumah temannya dan bukannya di rumah sakit. Dia cuma tersenyum lemah. “Betah
disini?” tanyaku lagi. Dia kemudian menggeleng. “Oh iya, aku panggilin mama
kamu ya. Bentar ya…” lalu aku keluar dari kamar rawat Ailee. Mencari ibunya
yang tadi pergi keluar dan kemudian memanggil dokter.
Tak lama aku datang ke kamar itu bersama dokter. Ibunya
Ailee telah berada di ruangan ini terlebih dahulu. Dengan mata berkaca-kaca dan
mengenggam tangan Ailee dengan erat. Aku melihat pengharapan disana, aku
melihat betapa ada rasa takut kehilangan yang amat besar dimatanya. Dokter
memeriksa keadaan Ailee sejenak.
“Bagaimana dok keadaan Ailee?” Tanya ibunya kemudian.
“Ya kita do’akan semoga ini adalah pertanda yang
baik untuknya” setelah berujar begitu, dokter itu pergi meninggalkan kami.
*
So sunbright tonight
you and i
We’re beautiful like
diamonds in the sky……………..
Aku tersentak bangun dari tidurku. Kulirik jam weker
di sisi kepalaku, jam 05.00 wib. Harusnya jam segini…… tidak mungkin. Aku
meraih ponselku yang berteriak-teriak ala Rihanna itu. Lalu aku menatap
layarnya dan aku terkejut ketika melihat nama yang tertera di layarnya, Ailee.
Langsung kujawab telfonnya. Terdengar hembusan nafas lemah diujung telfon.
“Pagi Oppa…” sapanya padaku seperti waktu itu. Aku
tersenyum. “Udah bangun?” tanyanya kemudian. Aku mengangguk, padahal aku tahu
dia tak akan melihatku. Kubiarkan dia yang berbicara. “Maaf, Ailee baru bisa
nelfon Oppa. Pasti sekolah Oppa tenang-tenang aja kalau nggak ada Ailee. Ya
kan?” dia mulai berceloteh walau dengan suara lemah. Aku masih tersenyum. “Maaf
kalau selama ini Ai udah nyusahin Oppa. Kalau misalnya Ai nggak nelfon Oppa
lagi, nggak papa ya. Oppa harus terbiasa bangun sendiri tanpa Ai bangunin ya..”
mataku mulai terasa panas. “Ai capek , Ai mau istirahat. Nggak papa ya Oppa”
tak terasa ada bulir bening jatuh dari mataku. “Oppa, terimakasih sudah
menemani Ai disini. Ai tahu Oppa nggak suka rumah sakit. Jadi besok nggak usah
datang lagi ya. Ai udah baikan kok sekarang” aku mulai terisak pelan. “Oppa,
Saranghae[2]…”
tuuuttt….tuuuuttt…., sambungan telfonnya terputus. Tangisku pecah saat itu juga.
Padahal aku belum mengutarakan semua Ai, rasa terimakasihku dan semua perasaan
ini Ai. Aku janji akan terbiasa setelah kau tidak bisa membangunkanku lagi. Aku
janji lebih rajin olahraga Ai, aku pasti rindu panggilanmu Ai. Panggil aku Oppa
sekali lagi Ai. Aku memeluk lututku erat, dan aku menangis sejadi-jadinya.
***
Note: Cerpen ini dibuat udah lama banget, dan udah melalui banyak revisi, hehehe. Pernah gue posting di blog gue yang ilang. wkwkw.
Untuk nama, sebenarnya karena gue suka ama Ailee hehehe.
So, Enjoy!
Untuk nama, sebenarnya karena gue suka ama Ailee hehehe.
So, Enjoy!

Komentar
Posting Komentar